Laki-laki yang Terlupa


Hujan masih mengguyur sepanjang 85 Kilometer perjalanan. Jarak pandang hanya sejauh sinar lampu Honda Vario 110 cc. Gelap menyelimuti aspal jalan berebut ruang dengan derasnya air hujan. Sesekali sorot lampu kendaraan menyilaukan pandangan.

Jalan lurus, kemudian berkelok kecil, lalu sampai pada tikungan tajam, turunan, dan tanjakan. Kecepatan masih di bawah 40 Km per jam, dan nyaris tak pernah melewati 60 Km per jam. Guyuran hujan makin deras, angin bertiup makin kencang. Cahaya kilat dalam beberapa detik terangi jalan. Vario 110 masih nyaris tanpa nyali melewati kecepatan 60 Km per jam.

Dingin menembus jas hujan serta jaket menusuk-nusuk tulang. Butiran air hujan menyerang wajah bertubi-tubi. Berkali-kali kedipan hanya semakin membuat mata perih. Air hujan mengisi penuh isi dalam sepatu kulit. Jari jemari kaku memegang stang dan menarik gas dan rem. Badan semakin menggigil.

Aku membeku di atas hotmix. Meraba jalan diantara derasnya hujan dan putaran angin. Perlahan, dan tak kulihat tanda hujan akan reda. Aku terus melaju diatas roda duaku. Menghabiskan meter demi meter sampai titik nol kilometer. Rumah.

Setengah perjalanan lagi. Sebuah warung kopi, atau warung makan? Lapar, dan harumnya kopi bertarung sengit dari otak sampai perut. Tapi hujan..oh hujan. Urungkan semua lamunan.

**

Tanggung. Rasanya hujan tidak akan berhenti. Berteduh pun rasanya percuma. Satu-satunya pilihan adalah menerobos hujan. Dengan kecepatan berapapun.

Aanx
(Dps220313)
Aku teringat senyumanmu.
Andai kau masih bersamaku.

Tagged with: , , ,
Ditulis dalam Celoteh, Prosa, Traveling, Uncategorized
1 comments on “Laki-laki yang Terlupa
  1. elgibrany berkata:

    Reblogged this on Sisi Jiwa.

    Suka

Tinggalkan komentar